Filosofi kisah Ramayana
13 Votes




Secara
garis besar konon kisah wayang Ramayana itu menunjukan bahwa manusia itu harus
bergelut dengan dirinya sendiri terlebih dahulu sebelum mencapai pencerahan
atau mendapatkan wahyu. Disini penggambaran itu di gambarkan sebagai berikut.
Rama digambarkan
sebagai satria, sang diri atau pancer.
Shinta
digambarkan sebagai wahyu atau pencerahan yang harus dicari atau dicapai.
Rahwana digambarkan
sebagai sang nafsu merah yang mencuri perhatian dan waktu satria sehingga
menjauhkan manusia dari pencapaian wahyu. Penuh dengan amarah dan nafsu
memiliki yang membuat manusia menjauh dari pencapaian.
Sarpakenaka
digambarkan sebagai sang nafsu hitam yang digambarkan getol mendukung sang
nafsu merah dan merintangi manusia dari pencapaian pencerahan. Penuh dengan
nafsu kejahatan dan pelampiasan.
Kumbakarna
digambarkan sebagai nafsu kuning yang berusaha untuk menggunakan logika dalam
berpikir, dan ahirnya walau mengetahui kebenaran tetap teguh membela apa yang
dirasa benar. Tapi kadang kala justru merintangi pencarian karena merasa perlu
menjaga apa yang “menurutnya” benar.
Wibisana dan Hanoman
digambarkan sebagai nafsu putih yang terkalahkan dan menyingkir menyeberang
jalan untuk bersatu dengan diri pribadi memerangi ke 3 nafsu tersebut.
Jalanya
cerita juga jelas dimulai dari pencurian shinta oleh rahwana sebagai bentuk
dari pencurian kesadaran manusia oleh emosi dan nafsu merah. Dimana sering
dalam keadaan kita emosi maka sangat sulit mempertahankan kesadaran. Emosi
adalah simbol rahwana yang selalu siap nyolong shinta, kesadaran kita.
Kemudian
sadarlah sang diri, yang kemudian atas bantuan hanoman mencari sang shinta yang
kemudian bersatu dengan wibisana ketika berjalan ke Alengka. Disini ditunjukan
bahwa sang diri harus mendekat dan percaya kepada sifat putih yang ada dalam
diri masing masing.
Dan
terjadilah perang yang kemudian berujung pada kalahnya Kumbakarna, Sarpakenaka,
dan Rahwana. Kumbakarna kalah dengan tangan dan kaki terpotong, menghadapi
nafsu kuning kita harus bisa memotong “angan-angan” yang menjadi lambang kaki
tangan Kumbakarna.
Matinya Sarpakenaka karena kerisnya sendiri. Disini bisa diberi arti bahwa seharusnya kita menyadari bahwa semua perbuatan jahat itu merusak. Dengan menyadari akan keburukan diri maka kita akan insyaf. Keinsyafan sebab mau merenung dan menyadari itu dianggap sebagai keris sarpakenaka.
Matinya Sarpakenaka karena kerisnya sendiri. Disini bisa diberi arti bahwa seharusnya kita menyadari bahwa semua perbuatan jahat itu merusak. Dengan menyadari akan keburukan diri maka kita akan insyaf. Keinsyafan sebab mau merenung dan menyadari itu dianggap sebagai keris sarpakenaka.
Terahir
kita akan berhadapan dengan Rahwana yang punya dasa, sepuluh wajah dan kepala.
Lambang begitu banyak alasan yang kita ungkapkan untuk menunjang pembelaan diri
kita. dimana di putus satu akan tumbuh lagi lainya. hanya memutuskan semuanya
maka sang Rahwana akan gugur. dan Shinta sang wahyu kembali ke pangkuan sang
diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar