Jumat, 03 Agustus 2012

cerita cekak


Ande Ande Lumut
Ande Ande Lumut adalah cerita rakyat yang berasal dari (Jawa). Cerita ini dikenal dalam berbagai versi. Versi yang banyak dikenal adalah yang mengaitkan dengan sejarah bersatunya (kembali) kerajaan [Daha] dan [Kediri].
Cerita ini mengisahkan tentang Pangeran Kusumayuda yang bertemu dengan Klenthing Kuning, si bungsu dari empat bersaudara anak seorang janda di desa tempat ayah Pangeran Kusumayuda memerintah. Diam-diam mereka saling mengingat. Dalam hati, Pangeran Kusumayuda tahu, gadis seharum bunga mawar itu adalah calon permaisuri Kerajaan Banyuarum yang paling sempurna. Sayang, mereka tak pernah bertemu lagi.
Beberapa tahun kemudian, seorang pemuda tampan bernama Ande Ande Lumut mengumumkan bahwa dia sedang mencari istri. Tak seperti gadis-gadis desa lain dan juga saudara-saudara Klenting Kuning lainnya, Klenting Kuning enggan pergi sebab dia masih mengingat Pangeran Kusumayuda. Namun berkat nasehat dari bangau ajaib penolongnya, maka akhirnya Klenthing Kuning pun turut serta.
Dalam perjalanannya, ternyata mereka harus menyeberangi sungai yang dalam. Pada saat itu, munculah penjaga sungai Yuyu Kangkang yang bebentuk kepiting raksasa. Si Yuyu menawarkan untuk menyeberangkan mereka dengan catatan diberi imbalan ciuman. Karena terburu-terburu, semua gadis-gadis desa yang lain segera saja menyetujuinya, dengan pemikiran bahwa sang pangeran tidak akan maaaaengetahuinya. Hanya si bungsu Klenting Kuning yang enggan untuk mencium si Yuyu. Dengan kepandaiannya, si bungsu dapat menyeberang tanpa harus mencium si Yuyu. Karena hanya si bungsu Ande Ande Lumut
Ande Ande Lumut adalah cerita rakyat yang berasal dari (Jawa). Cerita ini dikenal dalam berbagai versi. Versi yang banyak dikenal adalah yang mengaitkan dengan sejarah bersatunya (kembali) kerajaan [Daha] dan [Kediri].
Cerita ini mengisahkan tentang Pangeran Kusumayuda yang bertemu dengan Klenthing Kuning, si bungsu dari empat bersaudara anak seorang janda di desa tempat ayah Pangeran Kusumayuda memerintah. Diam-diam mereka saling mengingat. Dalam hati, Pangeran Kusumayuda tahu, gadis seharum bunga mawar itu adalah calon permaisuri Kerajaan Banyuarum yang paling sempurna. Sayang, mereka tak pernah bertemu lagi.
Beberapa tahun kemudian, seorang pemuda tampan bernama Ande Ande Lumut mengumumkan bahwa dia sedang mencari istri. Tak seperti gadis-gadis desa lain dan juga saudara-saudara Klenting Kuning lainnya, Klenting Kuning enggan pergi sebab dia masih mengingat Pangeran Kusumayuda. Namun berkat nasehat dari bangau ajaib penolongnya, maka akhirnya Klenthing Kuning pun turut serta.
Dalam perjalanannya, ternyata mereka harus menyeberangi sungai yang dalam. Pada saat itu, munculah penjaga sungai Yuyu Kangkang yang bebentuk kepiting raksasa. Si Yuyu menawarkan untuk menyeberangkan mereka dengan catatan diberi imbalan ciuman. Karena terburu-terburu, semua gadis-gadis desa yang lain segera saja menyetujuinya, dengan pemikiran bahwa sang pangeran tidak akan maaaaengetahuinya. Hanya si bungsu Klenting Kuning yang enggan untuk mencium si Yuyu. Dengan kepandaiannya, si bungsu dapat menyeberang tanpa harus mencium si Yuyu. Karena hanya si bungsu yang tidak mencium si Yuyu, jadilah Ande Ande Lumut memilih si bungsu sebagai pendampingnya. Klenting Kuning baru sadar bahwa pemuda Ande Ande Lumut adalah Pangeran Kusumayuda yang dicintainya.yang tidak mencium si Yuyu, jadilah Ande Ande Lumut memilih si bungsu sebagai pendampingnya. Klenting Kuning baru sadar bahwa pemuda Ande Ande Lumut adalah Pangeran Kusumayuda yang dicintainya.




Ande Ande Lumut
Ande Ande Lumut adalah cerita rakyat yang berasal dari (Jawa). Cerita ini dikenal dalam berbagai versi. Versi yang banyak dikenal adalah yang mengaitkan dengan sejarah bersatunya (kembali) kerajaan [Daha] dan [Kediri].
Cerita ini mengisahkan tentang Pangeran Kusumayuda yang bertemu dengan Klenthing Kuning, si bungsu dari empat bersaudara anak seorang janda di desa tempat ayah Pangeran Kusumayuda memerintah. Diam-diam mereka saling mengingat. Dalam hati, Pangeran Kusumayuda tahu, gadis seharum bunga mawar itu adalah calon permaisuri Kerajaan Banyuarum yang paling sempurna. Sayang, mereka tak pernah bertemu lagi.
Beberapa tahun kemudian, seorang pemuda tampan bernama Ande Ande Lumut mengumumkan bahwa dia sedang mencari istri. Tak seperti gadis-gadis desa lain dan juga saudara-saudara Klenting Kuning lainnya, Klenting Kuning enggan pergi sebab dia masih mengingat Pangeran Kusumayuda. Namun berkat nasehat dari bangau ajaib penolongnya, maka akhirnya Klenthing Kuning pun turut serta.
Dalam perjalanannya, ternyata mereka harus menyeberangi sungai yang dalam. Pada saat itu, munculah penjaga sungai Yuyu Kangkang yang bebentuk kepiting raksasa. Si Yuyu menawarkan untuk menyeberangkan mereka dengan catatan diberi imbalan ciuman. Karena terburu-terburu, semua gadis-gadis desa yang lain segera saja menyetujuinya, dengan pemikiran bahwa sang pangeran tidak akan maaaaengetahuinya. Hanya si bungsu Klenting Kuning yang enggan untuk mencium si Yuyu. Dengan kepandaiannya, si bungsu dapat menyeberang tanpa harus mencium si Yuyu. Karena hanya si bungsu yang tidak mencium si Yuyu, jadilah Ande Ande Lumut memilih si bungsu sebagai pendampingnya. Klenting Kuning baru sadar bahwa pemuda Ande Ande Lumut adalah Pangeran Kusumayuda yang dicintainya.

PostDateIconMay 11th, 2011
Di suatu kampung tinggallah dua orang pemuda sebaya. Mereka bersahabat akrab sekali. Kemana pun mereka pergi selalu bersama. Boleh dikata tidak pernah terjadi pertengkaran di antara mereka. Jika yang seorang sedang marah, yang seorang lagi berdiam diri atau membujuk sehingga kemarahannya reda. Begitu juga jika ada kesulitan, selalu mereka atasi bersama.
Pada dasarnya, mereka memang saling membutuhkan karena keadaan tubuh mereka mengharuskan demikian. Pemuda yang satu bertubuh kekar, tetapi buta matanya; pemuda yang lain dapat melihat, tetapi bungkuk tubuhnya. Oleh karena itu, orang menyebut mereka si Buta dan si Bungkuk.
Si Buta sangat baik hatinya. Tidak sedikit pun is curiga kepada temannya, si Bungkuk. Ia percaya penuh kepada temannya itu, walaupun si Bungkuk sering menipu dirinya. Kejadian itu selalu berulang setiap mereka menghadiri selamatan. Si Buta selalu duduk berdampingan dengan si Bungkuk. Pada saat makan, si Buta selalu mengeluh.

“Pemilik rumah ini kikir sekali!” bisiknya kepada si Bungkuk agar jangan didengar orang lain. “Tak ada secuil pun ikan, kecuali sayur labu.”
Si Bungkuk hanya tersenyum karena keluhan temannya itu akibat ulahnya. Secara diam-diam ia memotong daging ayam yang cukup besar di piring si Buta dan ditukar dengan sayur labu. Akibatnya, piring gulai si Buta hanya berisi sayur labu.
Si Bungkuk merasa bahagia bersahabat dengan si Buta. Setiap ada kesempatan, ia dapat memanfaatkan kebutaan mata temannya untuk kepentingan sendiri. Si Buta yang tidak mengetahui kelicikan si Bungkuk juga merasa senang bersahabat dengan temannya itu. Setiap saat si Bungkuk dapat menjadi matanya.
Pada suatu hari, si Bungkuk mengajak si Buta pergi berburu rusa. Tidak jauh dari kampung mereka ada hutan lebat. Bermacam-macam margasatwa hidup di sana seperti burung, siamang, binatang melata, dan rusa.
Konon, pada waktu itu belum ada pemburu menggunakan senapan untuk membunuh hewan buruan. Penduduk yang ingin mendapatkan rusa atau binatang lain biasanya menggunakan jerat yang diseebut jipah (faring). Kadang mereka berburu menggunakan anjing pelacak dan tombak. Cara ini akan dipakai si Bungkuk dan si Buta untuk berburu.
“Kalau kita dapat membunuh seekor rusa, hasilnya kita bagi dua sama rata,” ujar si Bungkuk.
Tentu saja
si Buta sangat gembira mendengar hal itu. itua segera menuntun anjing pelacak yang tajam India penciumannya, sedangkan si Bungkuk siap dengan tombak di tangan kanannya. Mereka berdua mengikuti arah yang ditunjukkan anjing pelacak itu.
Rupanya hari itu mereka bernasib balk. Seekor rusa jantan yang cukup besar berhasil mereka tombak. Tanduknya bercabang-cabang indah dan layak dijadikan hiasan dinding.
Si Bungkuk segera membagi rusa hasil buruan itu menjadi dua bagian. Akan tetapi, dengan segala kelicikannya, si Buta hanya mendapat tulang-tulang. Daging dan lemak rusa diambil si Bungkuk.
“Karena daging rusa sudah dibagi, kita masak sendiri sesuai selera kita,” kata si Bungkuk.
Si Buta menurut saja karena pikirnya memang demikian seharusnya. Padahal dengan cara itu, si Bungkuk bermaksud agar daging yang dimilikinya jangan secuil pun dimakan si Buta.
Walaupun si Buta tidak dapat melihat, kemampuannya memasak gulai tidak diragukan sedikit pun. Terbit air liur si Bungkuk mencium bau masakan si Buta. Si Bungkuk tidak pandai memasak.
Si Buta Dan Si BungkungAkhirnya, si Bungkuk dan si Buta menghadapi masakan rusa yang telah mereka masak dan siap menyantapnya.
“Sedaap!” kata si Bungkuk sambil memasukkan potongan daging yang besar ke dalam mulutnya.
“Nikmat!” kata
si Buta sambil mengambil sepotong tulang yang besar dari piring dan menggigitnya. Si Buta bersungut-sungut karena yang digigit, ternyata tulang semua.
“Sayang,” katanya, “rusa begitu besar, tetapi tak punya daging! Besok kita berburu lagi, tetapi rusa itu harus gemuk dan banyak dagingnya.”
Si Bungkuk tersenyum mendengar perkataan
si Buta. Si Buta merasa sayang jika tulang-tulang rusa yang telah dimasaknya dengan susah payah tidak dimakan. Oleh karena itu, is mencoba menggigit tulang itu lagi. Akan tetapi, tulang itu sangat keras sehingga tetap tidak tergigit.
Hal itu membuat si Buta semakin penasaran. la mengerahkan segenap tenaga dan menggigit tulang itu sekuat-kuatnya hingga bola matanya hendak keluar dari lubang mata.
Tuhan sudah menakdirkan rupanya. Keajaiban pun terjadi. Mata si Buta tidak buta lagi.
“Aku bisa melihat!” teriaknya kegirangan. Si Buta menatap sekelilingnya. Ketika is melihat tulang-tulang rusa di piringnya dan di piring si Bungkuk daging yang empuk, bukan main marahnya.
“Sekarang, terbukalah topeng kebusukanmu selama ini!” katanya.
Si Buta memungut tulang rusa paling besar, lalu si Bungkuk dipukul dengan tulang itu. Jeritan si Bungkuk meminta ampun tidak dihiraukannya sama sekali. Seluruh tubuh si Bungkuk babak belur. Seperti si Buta, keanehan pun terjadi pada si Bungkuk. Ketika la bangkit, ternyata punggungnya menjadi lurus seperti orang sehat. “Aku tidak bungkuk lagi! Aku tidak bungkuk lagi!” teriak si Bungkuk.
Mereka berdua menari sambil berpeluk-pelukan dan bermaaf-maafan. Persahabatan mereka pun semakin akrab.

Kamis, 02 Agustus 2012

Tata Krama


Micara Tata Krama (Unggah-Ungguh)
Tata krama iku bisa ngedohake pangendu guneman kang alus, ngarak-arak iku bisa ngraketake paseduluran. Sakdurunge wawan rembag karo wong liya, becik dimrangeteni dhisik andharan ing ngisor iki.
a. Andharan
Kawruh Sapada Babagan Tata Krama
Tetembungan, guneman kuwi warna-warna. Ana kang alus, anak kang kasar. Ana kangndemenakake. Ana kang ngenakake ati, ana kang nylekit gawe sereking ati, nglarani ati.Tetembungan bisa ngraketake pasaduluran, nanging uga bisa methalake kekadangan. Yen orangati-ati, tembung sakecap bisa gawe serik salawase urip. Ana tembung kang bisa natoni,nyilakani wong liya. Ana tembung kang landh)ep. Landhepe ngungkuli pedhang. Mula, dingati-atiing sabarang kocap, tembung, lang gunem. Mung bae, iya banjur aja wedi guneman. Gunemanlumrah, saprelune, sacukupe.Wong guneman prayoga dicocokake:
1) Sapa sing diajak guneman.
2) Sapa sing guneman.
3) Sapa utawa apa sing diguneman.
4) Kapan wancine.
5) Kepriyekaanane.
6) Ing ngendi papan panggonane.]
Tetembungan ngabani bans kae santak, seru, wijang, cetha, ora gojag-gajeg. Nangingmangkonokuwi, ora kena kanggo matur marang Bapak utawa Ibu rikala nyuwun arta.
Akeh wong sing tansah diurmati dening wong liya, akeh wong sing gedhe pangaribawane,akehwong sing aji, kajen keringan, amarga ing sagunem-guneme, ingsatembung tembungebisatrep, gawe lancaring sesrawungan.Kanggo nuntun supayaanggone guneman bisa tata. Tata krama ing ngisor iku gatekna.
1) Guneman karo wong liya. " karo menga-mengo, aja nyingkur, becik adhep-adhepan.
2) Rungokna temenan, gatekna guneme wong liya, luwih-luwih guneme wong tuwa, sing kok anggep tuwa.
3) Aja kepengin selak nyela guneme wong liya. Entenana nganti ukarane rampung.
4) Guneman kanthi cetha, ora kesusu, ora keseron lan iya ora kelirihen.
5) Aja bisikan ing ngarepe wong akeh utawa grenengan.
6) Guneman aja karo angop, sisi, idu, ngentut, kurek-kurek irung utawa kuping.
7) Yen kepeksa waning, watuk,cangkemeditutupi.
8) Sanadya ora cocog karo panemune dhewe, panemune wong liya kudu diurmati,     
    digate
9) Aja, gampang-gampang nacad wong liya.
10) Aja banget-banget anggone ngetokake seneng apadene susahe awake dhewe.
Cekak aose, guneman kang trep, kang bisa nglancarake sesrawungan, guneman kanthi
guneman nganggo nalar padhang, nganggo budi wening. Guneman nganggo tata teama
krama kanggo katentreman, karaharjan, lan kawilujenganing urip. "Ajining dhiri gumantun
lathi.

Pacelathon ing ngisor iki tinctakna lan gatekna unggah-ungguhe!
Andhang         : Sugeng siyang, Pak!
Pak Wi                        : Sugeng siyang! 0, kowe, Ndhang.
                          Ana apa kok njanur gunung.
Andhang         : Nuwun inggih, Pak. Kaparenga kula nyuwun priksa.
Pak Wi            : 0 ya, arep takon apa? Mesthi bab Ramayana. lya ta?
Andhang         : Nuwun sewu, Pak. Kok Panjenengan sampun priksa?
Pak Wi            : Ngerti bae, wong mau aku kepethuk Bambang. Manut kandhane entuk tugas
                          supaya gawe ringkesan crita Ramayana.
Andhang         : Kasinggihan, Pak. Kala wau Pak Yuli paring tugas supados kula sakanca
                          darnel ringkesan criyos Ramayana.
Pak Wi            : Coba kowe saiki crita saelingmu, mengko dakgenepane.
Andhang         : Inggih, Pak. Rikala samanten Prabu Rama tuwin Dewi Sinta nilar praja
                          dedunung wonten ing wana Dhandhaka. Nalikanipun Prabu Rama kapeksa nilaraken Dewi Sinta amargi mbujeng kidang kencana, Dewi Sinta dipunkancani Raden Lesmana. Amargi mireng pisambatipun Prabu Rama, Dewi Sinta dhawuh Raden Lesmana supados nusul Prabu Rama dumugi samanten, kados pundi, Pak?
Pak Wi     : Pancen bener. Nalika samana Prabu Rama karo Dewi Sinta ninggal praja manggon ing alas Dhandhaka. Nalika Prabu Rama kapeksa ninggalake Dewi Sinta amarga mburu kidang kencana/ Dewi Sinta dikancani Raden Lesmana. Sabanjure Dewi Sinta kongkonan Raden Lesmana supaya nusul Prabu Rama. Coba, saiki terusna maneh!
Andhang         : Salajengipun, sarehne Dewi Sinta kantun ijen, pramila Prabu Rahwana kanthi
                          Mardhika saged ndhusta Dewi Sinta kabekta dhateng Ngalengka.
PakWi             : Ya bener. Amarga Dewi Sinta kari ijen, mula Prabu Rahwana gampang
                           bangetanggone ndhustha Dewi Sinta, digawa menyang Ngalengka. Coba,
                           terusna maneh!
Andhang         : Nuwun sewu, Pak, dumugi  samanten kula dereng patos cetha   menggah 
                          criyos salajengipun
PakWi             : Teruse mangkene, adhedhasarature manuk Jatayu, PrabuRama ngutus
                          Hanomanngupadi dununge Dewi Sintaing Ngalengka. Sawise kasil ketemu karo Dewi Sinta, Hanoman kapikut prajurit Ngalengka. Hanoman diobong ing alun-alun, nanging ora kobong. Malah genine diawut- awut kanggo ngobong Kraton Ngalengka. Adhedhasar palapurane Hanoman,
Prabu Rama banjur ngerigake wadyabala kethek menyang Ngalengka, saperlu ngluwari Dewi Sinta. Wusanane dadi perang gedhe ing Ngalengka. WadyabalaNgalengka saratune tumpes kabeh. Dewi Sinta ketemu maneh karo Prabu Rama. Coba saiki balenana maneh!
Andhang      : Adhedhasar aturipun peksi Jatayu, Prabu Rama ngutus Hanoman ngupados dunungipun Dewi Sinta ing Ngalengka. Sasampunipun kepanggih Dewi Sinta, Hanoman kadenangan prajurit Ngalengka, lajeng kapikut Hanoman dipunbesmi ing alun-alun, nanging boten kabesmi, malah latunipun dipunawut-awut kangge mbasmi kraton Ngalengka. Adhedhasar palapuranipun Hanoman, Prabu Rama lajeng ngerigaken wadyabala wanara dhateng Ngalengka saperlu ngluwari Dewi Sinta. Wusananipun dados prang ageng. Ing prang brubuh punika wadyabala Ngalengka saratunipun tumpes. Dewi Sinta kepanggih malih kaliyan Prabu Rama. Kados pundi, Pak?
PakWi             : Pancen pinter, kowe!
.






Joko Tingkir


Joko Tingkir

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
(Dialihkan dari Jaka Tingkir)
Dalam tradisi Jawa Jaka Tingkir, kadang-kadang juga ditulis Joko Tingkir, adalah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Pajang yang memerintah tahun 1549-1582 dengan nama Hadiwijaya.

Daftar isi

  [sembunyikan
·                                 1 Asal-usul
·                                 2 Mengabdi ke Demak
·                                 3 Menjadi Raja Pajang
·                                 4 Sumpah setia Ki Ageng Mataram
·                                 5 Menundukkan Jawa Timur
·                                 6 Pemberontakan Sutawijaya
·                                 7 Kematian
·                                 8 Pengganti
·                                 9 Catatan kaki
·                                 10 Referensi

[sunting]Asal-usul

Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, putra Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga. Ketika ia dilahirkan, ayahnya sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang Ki Ageng Tingkir.[1]Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang, Ki Ageng Tingkir jatuh sakit dan meninggal dunia.
Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena dituduh memberontak terhadap Kerajaan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan Kudus. Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak itu, Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir).
Mas Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan dipersaudarakan dengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki Panjawi.
Silsilah Jaka Tingkir :
Andayaningrat (tidak diketahui nasabnya) + Ratu Pembayun (Putri Raja Brawijaya)→ Kebo kenanga (Putra Andayaningrat)+ Nyai Ageng Pengging→ Mas Karebet/Jaka Tingkir

[sunting]Mengabdi ke Demak

Babad Tanah Jawi selanjutnya mengisahkan, Jaka Tingkir ingin mengabdi ke ibu kota Demak. Di sana ia tinggal di rumah Kyai Gandamustaka (saudara Nyi Ageng Tingkir) yang menjadi perawatMasjid Demak berpangkat lurah ganjur. Jaka Tingkir pandai menarik simpati raja Demak Trenggana sehingga ia diangkat menjadi kepala prajurit Demak berpangkat lurah wiratamtama.
Beberapa waktu kemudian, Jaka Tingkir bertugas menyeleksi penerimaan prajurit baru. Ada seorang pelamar bernama Dadungawuk yang sombong dan suka pamer. Jaka Tingkir menguji kesaktiannya dan Dadungawuk tewas hanya dengan menggunakan SADAK KINANG. Akibatnya, Jaka Tingkir pun dipecat dari ketentaraan dan diusir dari Demak.
Jaka Tingkir kemudian berguru pada Ki Ageng Banyubiru atau Ki Kebo Kanigoro (saudara tua ayahnya / kakak mendiang ayahnya). Setelah tamat, ia kembali ke Demak bersama ketiga murid yang lain, yaitu Mas Manca, Mas Wila, dan Ki Wuragil.
Rombongan Jaka Tingkir menyusuri Sungai Kedung Srengenge menggunakan rakit. Muncul kawanan siluman buaya menyerang mereka namun dapat ditaklukkan. Bahkan, kawanan tersebut kemudian membantu mendorong rakit sampai ke tujuan.
Saat itu Trenggana sekeluarga sedang berwisata di Gunung Prawoto. Jaka Tingkir melepas seekor kerbau gila yang dinamakan sebagai Kebo Danu yang sudah diberi mantra (diberi tanah kuburan pada telinganya). Kerbau itu mengamuk menyerang pesanggrahan raja, di mana tidak ada prajurit yang mampu melukainya.
Jaka Tingkir tampil menghadapi kerbau gila. Kerbau itu dengan mudah dibunuhnya. Atas jasanya itu, Trenggana mengangkat kembali Jaka Tingkir menjadi lurah wiratamtama.
Kisah dalam babad tersebut seolah hanya kiasan, bahwa setelah dipecat, Jaka Tingkir menciptakan kerusuhan di Demak, dan ia tampil sebagai pahlawan yang meredakannya. Oleh karena itu, ia pun mendapatkan simpati raja kembali.

[sunting]Menjadi Raja Pajang

Prestasi Jaka Tingkir sangat cemerlang meskipun tidak diceritakan secara jelas dalam Babad Tanah Jawi. Hal itu dapat dilihat dengan diangkatnya Jaka Tingkir sebagai Adipati Pajang bergelar Adipati Adiwijaya. Ia juga menikahi Ratu Mas Cempaka, putri Trenggana.
Sepeninggal Trenggana tahun 1546, puteranya yang bergelar Sunan Prawoto seharusnya naik takhta, tapi kemudian ia tewas dibunuh Arya Penangsang (sepupunya di Jipang) tahun 1549. Arya Penangsang membunuh karena Sunan Prawoto sebelumnya membunuh karena Sunan Prawoto sebelumnya juga membunuh ayah Aryo Penangsang yang bernama Pangeran Sekar Seda Lepen sewaktu ia menyelesaikan salat ashar di tepi Bengawan Sore. Pangeran Sekar merupakan adik kandung Trenggana sekaligus juga merupakan murid pertama Sunan Kudus. Pembunuhan-pembunuhan ini dilakukan dengan menggunakan Keris Kiai Setan Kober. Selain itu Aryo Penangsang juga membunuh Pangeran Hadiri suami dari Ratu Kalinyamat yang menjadi bupati Jepara.
Kemudian Aryo Penangsang mengirim utusan untuk membunuh Adiwijaya di Pajang, tapi gagal. Justru Adiwijaya menjamu para pembunuh itu dengan baik, serta memberi mereka hadiah untuk mempermalukan Arya Penangsang.
Sepeninggal suaminya, Ratu Kalinyamat (adik Sunan Prawoto) mendesak Adiwijaya agar menumpas Aryo Penangsang karena hanya ia yang setara kesaktiannya dengan adipati Jipang tersebut. Adiwijaya segan memerangi Aryo Penangsang secara langsung karena sama-sama anggota keluarga Demak dan merupakan saudara seperguruan sama-sama murid Sunan Kudus.
Maka, Adiwijaya pun mengadakan sayembara. Barangsiapa dapat membunuh Aryo Penangsang akan mendapatkan tanah Pati dan mentaok/Mataram sebagai hadiah.
Sayembara diikuti kedua cucu Ki Ageng Sela, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Panjawi. Dalam perang itu, Ki Juru Martani (kakak ipar Ki Ageng Pemanahan) berhasil menyusun siasat cerdik sehingga sehingga Sutawijaya (Anak Ki Ageng Pemanahan) dapat menewaskan Arya Penangsang setelah menusukkan Tombak Kyai Plered ketika Aryo Penangsang menyeberang Bengawan Sore dengan mengendarai Kuda Jantan Gagak Rimang.
Setelah peristiwa tahun 1549 tersebut, Pusat kerajaan tersebut kemudian dipindah ke Pajang dengan Hadiwijaya sebagai raja pertama. Demak kemudian dijadikan Kadipaten dengan anak Suan Prawoto yang menjadi Adipatinya
Hadiwijaya juga mengangkat rekan-rekan seperjuangannya dalam pemerintahan. Mas Manca dijadikan patih bergelar Patih Mancanegara, sedangkan Mas Wila dan Ki Wuragil dijadikan menteri berpangkat ngabehi.

[sunting]Sumpah setia Ki Ageng Mataram

Sesuai perjanjian sayembara, Ki Panjawi mendapatkan tanah Pati dan bergelar Ki Ageng Pati. Sementara itu, Ki Ageng Pemanahan masih menunggu karena seolah-olah Hadiwijaya menunda penyerahan tanah Mataram.
Sampai tahun 1556, tanah Mataram masih ditahan Adiwijaya. Ki Ageng Pemanahan segan untuk meminta. Sunan Kalijaga selaku guru tampil sebagai penengah kedua muridnya itu. Ternyata, alasan penundaan hadiah adalah dikarenakan rasa cemas Adiwijaya ketika mendengar ramalan Sunan Prapen bahwa di Mataram akan lahir sebuah kerajaan yang mampu mengalahkan kebesaran Pajang. Ramalan itu didengarnya saat ia dilantik menjadi raja usai kematian Arya Penangsang.
Sunan Kalijaga meminta Adiwijaya agar menepati janji karena sebagai raja ia adalah panutan rakyat. Sebaliknya, Ki Ageng Pemanahan juga diwajibkan bersumpah setia kepada Pajang. Ki Ageng bersedia. Maka, Adiwijaya pun rela menyerahkan tanah Mataram pada kakak angkatnya itu.
Tanah Mataram adalah bekas kerajaan kuno, bernama Kerajaan Mataram yang saat itu sudah tertutup hutan bernama Alas Mentaok. Ki Ageng Pemanahan sekeluarga, termasuk Ki Juru Martani, membuka hutan tersebut menjadi desa Mataram. Meskipun hanya sebuah desa namun bersifat perdikan atau sima swatantra. Ki Ageng Pemanahan yang kemudian bergelar Ki Ageng Mataram, hanya diwajibkan menghadap ke Pajang secara rutin sebagai bukti kesetiaan tanpa harus membayar pajak dan upeti.

[sunting]Menundukkan Jawa Timur

Saat naik takhta, kekuasaan Adiwijaya hanya mencakup wilayah Jawa Tengah saja, karena sepeninggal Trenggana, banyak daerah bawahan Demak yang melepaskan diri.
Negeri-negeri di Jawa Timur yang tergabung dalam Persekutuan Adipati Bang Wetan saat itu dipimpin oleh Panji Wiryakrama bupati Surabaya. Persekutuan adipati tersebut sedang menghadapi ancaman invansi dari berbagai penjuru, yaitu Pajang, Madura, dan Blambangan.
Pada tahun 1568 Sunan Prapen penguasa Giri Kedaton menjadi mediator pertemuan antara Hadiwijaya raja Pajang di atas negeri yang mereka pimpin. Sebagai tanda ikatan politik, Panji Wiryakrama diambil sebagai menantu Adiwijaya.
Selain itu, Adiwijaya juga berhasil menundukkan Madura setelah penguasa pulau itu yang bernama Raden Pratanu bergelar Panembahan Lemah Duwur Arosbaya menjadi menantunya.
Dalam pertemuan tahun 1568 itu, Sunan Prapen untuk pertama kalinya berjumpa dengan Ki Ageng Pemanahan dan untuk kedua kalinya meramalkan bahwa Pajang akan ditaklukkan Mataram melalui keturunan Ki Ageng tersebut.
Mendengar ramalan tersebut, Adiwijaya tidak lagi merasa cemas karena ia menyerahkan semuanya pada kehendak takdir.

[sunting]Pemberontakan Sutawijaya

Sutawijaya adalah putra Ki Ageng Pemanahan yang juga menjadi anak angkat Hadiwijaya. Sepeninggal ayahnya tahun 1575, Sutawijaya menjadi penguasa baru di Mataram, dan diberi hak untuk tidak menghadap selama setahun penuh.
Waktu setahun berlalu dan Sutawijaya tidak datang menghadap. Adiwijaya mengirim Ngabehi Wilamarta dan Ngabehi Wuragil untuk menanyakan kesetiaan Mataram. Mereka menemukan Sutawijayabersikap kurang sopan dan terkesan ingin memberontak. Namun kedua pejabat senior itu pandai menenangkan hati Adiwijaya melalui laporan mereka yang disampaikan secara halus.
Tahun demi tahun berlalu. Adiwijaya mendengar kemajuan Mataram semakin pesat. Ia pun kembali mengirim utusan untuk menyelidiki kesetiaan Sutawijaya. Kali ini yang berangkat adalah Pangeran Benawa (putra mahkota), Arya Pamalad (menantu yang menjadi adipati Tuban), serta Patih Mancanegara. Ketiganya dijamu dengan pesta oleh Sutawijaya. Di tengah keramaian pesta, putra sulungSutawijaya yang bernama Raden Rangga membunuh seorang prajurit Tuban yang didesak Arya Pamalad. Arya Pamalad sendiri sejak awal kurang suka dengan Sutawijaya sekeluarga.
Maka sesampainya di Pajang, Arya Pamalad melaporkan keburukan Sutawijaya, sedangkan Pangeran Benawa menjelaskan kalau peristiwa pembunuhan tersebut hanya kecelakaan saja. Hadiwijaya menerima kedua laporan itu dan berusaha menahan diri.
Pada tahun 1582 seorang keponakan Sutawijaya yang tinggal di Pajang, bernama Raden Pabelan dihukum mati karena berani menyusup ke dalam keputrian menemui Ratu Sekar Kedaton (putri bungsu Adiwijaya). Ayah Pabelan yang bernama Tumenggung Mayang dijatuhi hukuman buang karena diduga ikut membantu anaknya.
Ibu Raden Pabelan yang merupakan adik perempuan Sutawijaya meminta bantuan ke Mataram. Sutawijaya pun mengirim utusan untuk merebut Tumenggung Mayang dalam perjalanan pembuangannya ke Semarang.

[sunting]Kematian

Perbuatan Sutawijaya itu menjadi alasan Hadiwijaya untuk menyerang Mataram. Perang antara kedua pihak pun meletus. Pasukan Pajang bermarkas di Prambanan dengan jumlah lebih banyak, namun menderita kekalahan. Adiwijaya semakin tergoncang mendengar Gunung Merapi tiba-tiba meletus dan laharnya ikut menerjang pasukan Pajang yang berperang dekat gunung tersebut.
Adiwijaya menarik pasukannya mundur. Dalam perjalanan pulang, ia singgah ke makam Sunan Tembayat namun tidak mampu membuka pintu gerbangnya. Hal itu dianggapnya sebagai firasat kalau ajalnya segera tiba.
Adiwijaya melanjutkan perjalanan pulang. Di tengah jalan ia jatuh dari punggung gajah tunggangannya, sehingga harus diusung dengan tandu. Sesampai di Pajang, datang makhluk halus anak buahSutawijaya bernama Ki Juru Taman memukul dada Adiwijaya, membuat sakitnya bertambah parah.
Adiwijaya berwasiat supaya anak-anak dan menantunya jangan ada yang membenci Sutawijaya, karena perang antara Pajang dan Mataram diyakininya sebagai takdir. Selain itu, Sutawijaya sendiri adalah anak angkat Adiwijaya yang dianggapnya sebagai putra tertua. Pada cerita rakyat dinyatakan bahwa sebenarnya Sutawijaya adalah anak kandung Adiwijaya dengan anak Ki Ageng Sela.
Adiwijaya alias Jaka Tingkir akhirnya meninggal dunia tahun 1582 tersebut. Ia dimakamkan di desa Butuh, yaitu kampung halaman ibu kandungnya.

[sunting]Pengganti

Hadiwijaya memiliki beberapa orang anak. Putri-putrinya antara lain dinikahkan dengan Panji Wiryakrama Surabaya, Raden Pratanu Madura, dan Arya Pamalad Tuban. Adapun putri yang paling tua dinikahkan dengan Arya Pangiri bupati Demak. Arya Pangiri sebenarnya adalah anak Sunan Prawoto, yang seharusnya memang menggantikan Trenggana menjadi raja Demak.
Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus (pengganti Sunan Kudus) untuk menjadi raja. Pangeran Benawa sang putra mahkota disingkirkan menjadi bupati Jipang. Arya Pangiri pun menjadi raja baru di Pajang dengan nama tahta Ngawantipura.

[sunting]Catatan kaki

1.                              ^ Kedua nama "Ki Ageng" ini bukanlah nama asli tetapi nama sebutan yang terkait dengan asal daerah keduanya. Pengging adalah daerah di wilayah Boyolali sekarang dan Tingkir merupakan tempat di dekat Salatiga.

[sunting]Referensi

§                     Andjar Any. 1980. Raden Ngabehi Ronggowarsito, Apa yang Terjadi? Semarang: Aneka Ilmu
§                     Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta: Narasi
§                     H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti
§                     Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
§                     Moedjianto. 1987. Konsep Kekuasaan Jawa: Penerapannya oleh Raja-raja Mataram. Yogyakarta: Kanisius
§                     Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
§                     Ricklefs, M. C., A History of Modern Indonesia since c. 1200, Palgrave MacMillan, New York, 2008 (terbitan ke-4), ISBN 978-0-230-54686-8